Minggu, September 24, 2023
spot_img
BerandaBiografi Ulama“Adakah Diterima Akal Sehat Seseorang Kehilangan Unta dan Mencarinya di Atas Rumah?!”

“Adakah Diterima Akal Sehat Seseorang Kehilangan Unta dan Mencarinya di Atas Rumah?!”

Ibrahim bin Ad-ham [1]

Beliau bernama Ibrahim bin Ad-ham bin Manshur bin Yazid al-‘Ijli al-Balkhi. Memiliki kunyah Abu Ishaq. Lahir di Balakh; sebuah perkampungan yang penduduknya dikenal sebagai orang-orang ahli tasawuf yang sangat mementingkan akhirat. Bin Ma’in berkata: Ibrahim Bin Ad-ham murni keturunan Arab dari Bani ‘Ijl. Sementara Bin Qutaibah mengatakan bahwa beliau berasal dari Bani Tamim yang menetap di Kufah. Diriwayatkan bahwa ayah beliau, suatu ketika berangkat ke Mekah untuk melaksanakan haji. Di Mekah inilah kemudian isterinya melahirkan Ibrahim. Lalu bayi tersebut dibawa thawaf sambil berteriak kepada semua orang: “Doakanlah oleh kalian agar anakku ini menjadi seorang yang saleh…”.

Ibrahim bin Ad-ham adalah salah seorang sufi terkemuka, berasal dari keluarga bangsawan dan para penguasa. Ayah beliau adalah salah seorang penguasa di wilayah Khurasan. Tentang terjunnya Ibrahim bin Ad-ham dalam dunia tasawuf dan dalam hidup zuhud, Abu Nu’aim dalam Hilyah al-Auliyâ’ meriwayatkan dari pernyataan Ibrahim bin Ad-ham sendiri, berkata: “Ayahku berasal dari Balakh dan seorang penguasa Khurasan. Kami terbiasa melakukan kesenangan-kesenangan, termasuk kesenangan berburu binatang. Suatu hari dengan menaiki kuda aku keluar rumah untuk berburu, dan saat itu anjingku bersamaku. Ketika lewat seekor kelinci di hadapanku maka aku gerakan kudaku untuk mengejarnya. Saat itulah aku mendengar suara memanggilku dari arah belakang: “Wahai Ibrahim, engkau diciptakan bukan untuk pekerjaan ini dan engkau tidak pernah diperintah untuk melakukan ini!”. Lalu aku menghentikan kudaku, aku menengok ke kanan, ke kiri dan ke seluruh arah penjuru, namun aku tidak menemukan siapa yang bersuara tersebut. Kemudian aku gerakkan kembali kudaku, dan lagi-lagi aku dengar suara tersebut. Setelah aku lihat kembali ke sana ke mari, aku tetap tidak menemukan sumber suara tersebut. Kejadian ini berulang-ulang hingga tiga kali. Setelah tiga kali aku sadar bahwa telah datang peringatan kepadaku dari Allah. Maka aku berjanji pada saat itu juga bahwa aku tidak akan lagi berlaku maksiat kepada Allah”.

Dalam riwayat lain disebutkan bahwa suatu malam di atap istana yang ditempati Ibrahim bin Ad-ham tiba-tiba ada beberapa orang yang sedang ribut seakan mencari sesuatu. Entah siapa dan dari mana mereka naik ke atap Istana tersebut. Setelah ditangkap oleh para penjaga istana, mereka kemudian dihadapkan kepada Ibrahim bin Ad-ham. Ibrahim bertanya: “Apa yang sedang kalian lakukan di atas sana?”. Mereka menjawab: “Kami kehilangan unta, dan kami sedang mencarinya!”. Ibrahim berkata: “Adakah diterima akal sehat seseorang kehilangan unta dan mencarinya di atas rumah?!”. Mereka menjawab: “Apa yang kami lakukan tidak lain hanya untuk mengikutimu, bukankah engkau berharap fana’ dalam cinta kepada Allah sementara engkau masih tetap berada di atas singgasanamu?! Adakah masuk akal pencarian semacam itu?!”. Saat itu juga Ibrahim bin Ad-ham kemudian lari dari istananya, dan semenjak saat itu tidak ada seorangpun yang melihatnya.

Setelah Ibrahim bin Ad-ham meninggalkan segala kemewahan yang ada di istananya, ia kemudian menjalani hidup zuhud. Di musim dingin beliau hanya mengenakan selembar pakaian tipis yang tidak dapat menahannya dari hawa dingin. Sementara di musim panas hanya mengenakan pakaian berharga dua dirham saja. Tidak memakai alas kaki dan tidak memakai ‘imamah. Seluruh harinya ia jadikan dalam ibadah puasa dan malam harinya ia pergunakan dalam ibadah kepada Allah. Beliau jarang sekali tidur, kebanyakan waktunya ia habiskan dalam tafakkur. Beliau makan dari hasil tangannya sendiri dengan bertani atau menjaga kebun.

Di antara sikap zuhud dan sikap amanah Ibrahim bin Ad-ham, Abu Nu’aim meriwayatkan bahwa beliau suatu ketika bertani dan menjaga sebidang kebun. Suatu hari pemilik kebuh tersebut bersama kawan-kawannya datang hendak makan buah-buahan. Pemilik kebun berkata: “Petiklah beberapa anggur untuk kami”. Kemudian Ibrahim memetik beberapa anggur yang dikiranya sudah matang, namun ternyata masam. Pemilik kebun berkata: “Apakah engkau tidak pernah merasakan anggur di kebun ini?!”. Ibrahim menjawab: “Tidak pernah”. Kemudian pemiliki kebun memerintahnya untuk memetik buah delima. Lagi-lagi Ibrahim memetik delima yang dikiranya sudah matang, namun ternyata masih mentah. Pemilik kebun bertanya: “Apakah engkau tidak pernah makan buah delima di kebun ini?”. Ibrahim menjawab: “Tidak pernah”. Tiba-tiba pemilik kebun tersebut berkata: “Sikap amanahmu mirip dengan Ibrahim bin Ad-ham”. Pemilik kebun tersebut tidak tahu bahwa yang ada di hadapannya adalah Ibrahim bin Ad-ham.

Dalam riwayat lain disebutkan bahwa suatu hari, ketika Ibrahim bin Ad-ham duduk di masjid jami’ al-Manshurah di Syam bersama beberapa orang sufi lainnya, tiba-tiba datang seseorang kepada mereka berkata: Adakah di antara kalian Ibrahim bin Ad-ham? Setelah bertemu ia berkata kepada Ibrahim: Saya di utus saudara-saudaramu! Mendengar saudara-saudaranya disebut, Ibrahim membawa orang tersebut menyingkir dari orang banyak. Lanjut orang tersebut: Saya adalah budak tuan, saya diutus saudara-saudara tuan untuk menyampaikan kuda, keledai dan 10.000 dirham ini! Ibrahim manjawab: Jika engkau orang jujur maka aku telah memerdekakanmu. Apa yang kamu bawa ambillah untukmu, dan jangan beritahukan ini kepada siapapun.

Di antara karamah yang dianugerahkan Allah kepada Ibrahim bin Ad-ham, salah satunya diriwayatkan Syaikh Yusuf Isma’il an-Nabhani dalam Jâmi’ Karâmât al-Auliyâ’. Suatu ketika ada rombongan melapor kepada Ibrahim bin Ad-ham bahwa ada singga yang sedang menghadang perjalanan mereka. Ibrahim bin Ad-ham kemudian mendatangi singa tersebut dan berkata kepadanya: “Wahai Abu al-Harits jika engkau diperintah atas kami terhadap suatu pekerjaan maka lakukanlah, namun jika engkau tidak diperintah apapun maka menyingkirlah dari jalan kami!”. Lalu singa itu pergi saat itu juga.

Dalam riwayat lain diceritakan suatu hari Ibrahim bin Ad-ham hendak menaiki perahu. Hanya saja pemiliki perahu tidak mengizinkannya kecuali dengan bayaran satu dinar, dan beliau tidak memilikinya. Ibrahim bin Ad-ham kemudian shalat dua raka’at, setelah itu berdoa: “Ya Allah mereka telah meminta dariku sesuatu yang tidak aku miliki, dan Engkau adalah Pemiliki segala sesuatu”. Tiba-tiba hamparan pasir disekitarnya menjadi kepingan-kepingan dinar. Lalu beliau mengambil hanya satu dinar saja dan memberikannya kepada pemilik perahu.

Dalam riwayat lain diceritakan suatu hari di daratan Syam Ibrahim bin Ad-ham bersama beberapa orang sedang dalam perjalanan. Tiba-tiba mereka terjebak malam di suatu daerah yang penuh dengan binatang buas. Orang-orang tersebut kemudian menyalakan api untuk mengusir binatang-binatang buas. Mereka menyuruh Ibrahim bin Ad-ham untuk bergabung dalam kerumunan tersebut. Namun beliau malah menyendiri dan waktunya dihabiskan dalam ibadah kepada Allah. Tiba-tiba di saat beliau shalat datang seekor beruang hitam besar mengendus-endusnya, lalu mengelilinginya sebelum kemudian merebahkan badan. Lalu datang beruang ke dua, juga mengendus-endusnya dan melakukan hal yang sama. Kamudian datang beruang ke tiga dan melakukan hal yang sama. Di waktu pagi menjelang shubuh, setelah Ibrahim bin Ad-ham menyesaikan shalatnya, berkata kepada binatang-binatang tersebut: “Apa yang membawa kalian datang ke sini, apakah kalian hendak menerkamku, pergilah kalian semua!”. Saat itu juga beruang-beruang tersebut langsung pergi.

Ibrahim bin Ad-ham wafat di daratan Syam tahun 162 Hijriah. Persisnya menurut satu menurut satu pendapat berada di wilayah perbukitan di pinggiran Negara Siria.
Amaddanâ Allah Min Amdâdih.

________________
[1] Biografi Ibrahim bin Ad-ham lebih lengkap lihat al-Qusyairi, ar-Risâlah, h. 391-392, Abu Nu’aim, Hilyah al-Auliyâ’, j. 7, h. 426-452, adz-Dzahabi, Siyar, j. 7, h. 378, al-Asqalani, Tahdzîb, j. 1, h. 102-103, Bin Katsir, al-Bidâyah, j. 10, h. 135-145, Bin al-Atsir, al-Kâmil,j. 6, h. 56, Bin al-‘Imad, Syadzarât, j. 1, h. 255-256

Kholil Abou Fatehhttps://nurulhikmah.ponpes.id
Dosen Pasca Sarjana PTIQ Jakarta dan Pengasuh Pondok Pesantren Nurul Hikmah Tangerang
RELATED ARTICLES

Leave a reply

Please enter your comment!
Please enter your name here

spot_img

Most Popular

Recent Comments

×

 

Assalaamu'alaikum!

Butuh informasi dan pemesanan buku? Chat aja!

× Informasi dan Pemesanan Buku