al-Harits al-Muhasibi[1]. Beliau bernama al-Harits bin Asad al-Muhasibi, memiliki kunyah Abu Abdillah, berasal dari Bashrah. Gelar al-Muhasibi disematkan kepadanya karena beliau sangat banyak menghabiskan waktunya dalam muhâsabah terhadap diri sendiri. Beliau adalah seorang al-‘Ârif Billâh terkemuka, guru al-Junaid al-Baghdadi, dan guru kaum sufi di masanya. Dalam fiqih beliau bermadzhab kepada Imam asy-Syafi’i.
al-Harits mengambil riwayat hadits di antaranya kepada Yazid bin Harun dan lainnya. Sementara yang mengambil riwayat hadits darinya, di antaranya; Abu al-’Abbas bin Masruq, Ahmad bin al-Hasan bin Abd al-Jabbar ash-Shufi, al-Junaid al-Baghdadi, Isma’il bin Ishaq as-Sarraj, Abu ‘Ali al-Husain bin al-Khairan al-Faqih dan lainnya.
Diriwayatkan bahwa al-Harits mendapatkan warisan dari ayahnya sebanyak tujuh puluh ribu dirham, juga tanah, dan peninggalan lainnya. Namun sedikitpun beliau tidak mengambil warisan tersebut karena ayahnya memiliki kecenderungan kepada faham Mu’tazilah.
Baca juga: Kita Tidak Mengambil Tasawuf Dengan Banyak Bicara Saja (al-Qîl Wa al-Qâl)” al-Junaid al-Baghdadi
Abu ‘Ali ad-Daqqaq meriwayatkan bahwa apa bila al-Harits mengulurkan tangan kepada makanan yang mengandung syubhat, maka tangannya akan bergetar dan berkeringat hingga ia tidak makan dari makanan tersebut.
As-Subki dalam Thabaqât asy-Syâfi’iyyah meriwayatkan dengan sanad-nya dari Ja’far al-Khuldy, berkata:
“Ja’far al-Khuldi berkata: Saya mendengar al-Junaid berkata: Suatu hari al-Harits al-Muhasibi lewat di depan rumahku. Aku melihat pada wajahnya pengaruh lapar yang sedang ia rasakan. Aku berkata: Wahai paman, marilah masuk ke rumahku, kita menyantap sesuatu!. al-Harits menjawab: Baiklah!. Kebetulan salah seorang tetanggaku memberikan makanan kepadaku karena ia sedang melakukan pesta pernikahan. Makanan tersebut aku hidangkan kepada al-Harits. Di tengah-tengah makan, al-Harits berusaha berkali-kali menelan kunyahannya, namun tidak bisa, bahkan ia tersedak dan kemudian memuntahkannya di tempat sampah. Setelah itu ia langsung pergi. Beberapa hari kemudian aku kembali bertemu dengan al-Harits. Aku tanyakan kepadanya peristiwa tersebut, ada apa dengan makanannya? Beliau menjawab: Wahai anakku, pada hari itu memang aku dalam keadaan lapar sekali dan aku hendak menyembunyikan itu darimu. Namun engkau mengajakku makan, hanya saja Allah tidak telah menjadikanku tidak dapat makan dari makanan yang mengandung syubhat, Dari manakah engkau mendapatkan makanan itu?. Al-Junaid menjawab: “Kebetulan hari itu ada salah seorang tetanggaku melaksanakan pesta pernikahan dan memberiku makanan tersebut”. Kemudian al-Junaid menawarkan kepada al-Harits untuk masuk kembali ke rumahnya dan menyantap makanannya sendiri. Al-Junaid lalu menghidangkan sepotong roti kasar dan kering, dan keduanya kemudian makan. al-Harits berkata: “Wahai anakku jika datang seorang fakir semacam saya maka suguhilah makanan semacam ini[2].
Baca buku: Mengenal Tasawuf Rasulullah
Diriwayatkan bahwa pada awal mulanya berita yang sampai kepada Imam Ahmad bin Hanbal tentang kepribadian al-Harits al-Muhasibi adalah berita-berita yang tidak baik dan tidak benar. Tentang hal ini Isma’il bin Ishaq as-Sarraj berkata: Suatu hari Ahmad bin Hanbal berkata kepadaku: “Saya dengar bahwa al-Harits sering datang ke rumahmu. Bagaimana bila engkau kembali mengundangnya juga para sahabatnya, sementara aku berada di rumahmu tanpa terlihat oleh mereka, supaya aku mendengar apa yang ia bicarakan?!”. Isma’il bin Ishaq menyetujuinya. Kemudian setelah menemui al-Harits, Isma’il bin Ishaq berkata kepadanya: “Wahai syaikh, datanglah bersama jama’ahmu malam ini ke rumahku! Bawalah mereka semua!”. al-Harits menjawab: “Mereka sangat banyak, engkau jangan menyibukan diri dengan makanan dan minuman”. Kemudian di malam tersebut Ahmad bin Hanbal duduk di tempat yang tidak terlihat oleh al-Harits dan para sahabatnya. Setelah mereka makan ala kadarnya, mereka terdiam tidak ada seorangpun yang berbicara hingga menjelang pertengahan malam datang. Saat itu tiba-tiba salah seorang mereka bertanya satu permasalahan kepada al-Harits. Ketika al-Harits menjawabnya, ternyata semua orang yang ada di rumah tersebut menangis karena jawaban tersebut. Semakin luas penjabaran al-Harits, tangisan di rumah tersebut semakin menjadi. Isma’il bin Ishaq as-Sarraj kemudian mendatangi tempat persembunyian Ahmad bin Hanbal, dan ternyata ia mendapatinya sudah dalam keadaan pingsan. Setelah siuman, Ahmad bin Hanbal berkata kepada Isma’il bin Ishaq: “Saya tidak pernah melihat dan tidak pernah mendengar ucapan-ucapan kaum semacam ini! Dan saya tidak pernah mendengar kedalaman ilmu-ilmu hakikat seperti yang dibicarakan oleh al-Harits seperti ini!”. Dalam satu riwayat Ahmad bin Hanbal berkata kepada Isma’il bin Ishaq: “Aku tidak mengingkari sedikitpun dari apa yang ia ucapkan!”[3].
al-Harits al-Muhasibi di Baghdad wafat tahun 243 Hijriah atau tahun 857 Masehi.
Amaddanâ Allah Min Amdâdih.
_____________________
[1] Biografi al-Harits al-Muhasibi lebih lengkap lihat as-Subki, Thabaqât,j. 2, h. 275-284, al-Khathib al-Baghdadi, Târikh, j. 8, h. 211, al-Asqalani, Tahdzîb, j. 2, h. 134, Abu Nu’aim, Hilyah, j. 10, h. 73, al-Qusyairi, ar-Risâlah, h. 429-430, asy-Sya’rani, ath-Thabaqât,j. 1, h. 129-130, Bin Khallikan, Wafayât, j. 1, h. 348, as-Sulami, Thabaqât,h. 58-63
[2] Lihat al-Qusyairi, ar-Risâlah, h. 429-430
[3] as-Subki, Thabaqât, j. 2, h. 279