Sahabat Abu Bakar ash-Shiddiq diriwayatkan bahwa suatu ketika berkata:
“Terdapat tiga ayat dalam al-Qur’an yang telah benar-benar tertanam dalam hatiku dibanding ayat-ayat lainnya. Pertama adalah firman Allah:
وَإِنْ يَمْسَسْكَ اللَّهُ بِضُرٍّ فَلَا كَاشِفَ لَهُ إِلَّا هُوَ وَإِنْ يَمْسَسْكَ بِخَيْرٍ فَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ (الأنعام: 17)
“Jika Allah berkehendak menimpakan kepadamu akan suatu marabahaya maka tidak ada siapapun yang dapat menghindarkan marabahaya tersebut kecuali Dia, dan jika Allah berkehendak kepadamu akan suatu kebaikan maka Dia maha kuasa di atas segala sesuatu”. (QS al-An’am: 17).
Baca juga: Cinta Sahabat Abu Bakr as-Shiddiq Terhadap Rasulullah
Dari ayat ini aku mengetahui bahwa siapapun yang berkehendak akan kebaikan bagiku maka tidak akan ada yang dapat menahan kebaikan tersebut kecuali Allah. Dan siapapun yang berkehendak kepadaku untuk membuat marabahaya maka tidak ada seorangpun yang dapat menolaknya kecuali Allah. Kedua adalah firman Allah:
فَاذْكُرُونِي أَذْكُرْكُمْ (البقرة: 152)
“Maka ingatlah kalian kepada-Ku maka Aku akan membalas (dzikir) kalian” (QS. al-Baqarah: 152).
Karena ayat ini maka aku selalu menyibukan diri dengan dzikir kepada Allah dari pada mengingat hal-hal apapun. Ketiga adalah firman Allah:
وَمَا مِنْ دَابَّةٍ فِي الْأَرْضِ إِلَّا عَلَى اللَّهِ رِزْقُهَا (هود: 6)
“Dan tidak ada suatu apapun yang melata di bumi kecuali atas Allah ketentuan rizki mereka”. (QS. Hud: 6).
Setelah membaca ayat ini, demi Allah, sedikitpun aku tidak merasa risau dengan masalah rizki.[1]
Hakekat tauhid, tafrîd, dan tawakal juga benar-benar tercermin dalam perilaku sahabat Abu Bakar. Salah seorang sufi kenamaan; Abu Bakr al-Wasithi mengatakan bahwa istilah-istilah yang berkembang di kalangan kaum sufi pertama kali muncul adalah ungkapan yang keluar dari lidah sahabat Abu Bakar ash-Shiddiq. Dari ungkapan sahabat Abu Bakar inilah di kemudian hari para ulama sufi mengambil hikmah-hikmah dan istilah-istilah yang terkadang tidak dipahami oleh orang-orang yang berakal yang bukan dari komunitas mereka.
Baca buku: Mengenal Tasawuf Rasulullah
As-Sarraj mengatakan bahwa yang dimaksud oleh al-Wasithi ini adalah peristiwa ketika Abu Bakar ash-Shiddiq menginfakan seluruh hartanya kepada Rasulullah untuk perjuangan di jalan Allah. Saat Rasulullah bertanya kepadanya: “Apa yang engkau sisakan bagi keluargamu?” Abu Bakar ash-Shiddiq menjawab: “Yang tersisa bagi keluargaku hanya Allah dan Rasul-Nya”[2].
Peristiwa besar yang juga merupakan citra tertinggi dalam tauhid, tafrîd dan tawakal dari sahabat Abu Bakar yang menjadi teladan agung bagi kaum sufi di kemudian hari adalah ketika Rasulullah meninggal. Saat itu hampir seluruh sahabat tidak dapat menahan diri karena pengaruh dari musibah wafatnya Rasulullah. Bahkan sahabat Umar ibn al-Khaththab sampai menghunuskan pedang kepada orang yang mengatakan bahwa Rasulullah telah meninggal. Namun pengaruh tersebut tidak ada pada diri Abu Bakar. Bahkan beliaulah yang menenangkan seluruh sahabat dalam pidatonya yang sangat monumental: “Wahai sekalian manusia, siapa yang menyembah Muhammad maka ia telah meninggal dan siapa yang menyembah Allah maka sesungguhnya Dia Maha Hidup dan tidak akan meninggal”[3].
________________________
[1] as-Sarraj, al-Luma’, h. 171-172
[2] as-Sarraj, al-Luma’, h. 168-169
[3] as-Sarraj, al-Luma’, h. 168