Saifuddin al-Amidi (w 631 H) berkata:
“وما يُروى عن السلف من ألفاظ يوهم ظاهرها إثبات الجهة والمكان فهو محمول على هذا الذي ذكرنا من امتناعهم عن إجرائها على ظواهرها والإيمان بتنزيلها وتلاوة كل ءاية على ما ذكرنا عنهم، وبيَّن السلف الاختلاف في الألفاظ التي يطلقون فيها، كل ذلك اختلاف منهم فيالعبارة، مع اتفاقهم جميعًا في المعنى أنه تعالى ليس بمتمكن في مكان ولا متحيّز بجهة”
“Dan adapun apa yang diriwayatkan dari sebagian ulama Salaf tentang beberapa redaksi yang zahirnya seakan menetapkan adanya tempat dan arah (bagi Allah) maka itu semua harus dipahami di atas apa yang telah kita jelaskan; ialah bahwa teks-teks tersebut tidak boleh dipahami dalam makna zahirnya, kita wajib beriman dengan seluruh apa yang datang dalam al-Qur’an, kita membaca setiap ayat atas apa yang telah kami sebutkan dari para ulama Salaf tersebut. Para ulama Salaf telah menjelaskan perbedaan pendapat mereka dalam redaksi-redaksi yang mereka ungkapkan, dan perbedaan pendapat itupun hanya dalam redaksi saja (bukan dari segi makna); oleh karena semua mereka telah bersepakat bahwa Allah tidak berada pada tempat dan tidak berada pada arah”[1].
Dan asy-Syaikh Ibn Jahbal al-Halabi asy-Syâfi’i (w 733 H) telah menuliskan karya dalam menafikan tempat dan arah sebagai bantahan terhadap Ibn Taimiyah al-Harrani al-Mujassim yang telah menghina aqidah Ahlussunnah, dan mencaci-maki para sahabat terkemuka seperti Umar, Ali dan lainnya.
________________
[1] Ghayah al Maram Fi ‘Ilm al Kalam, h. 194