Minggu, Desember 3, 2023
spot_img
BerandaTauhidKonsep Iman Dalam Islam

Konsep Iman Dalam Islam

Tauhid dan Tanzih. Ketika al-Qur’an memerintahkan manusia untuk beriman kepada Allah, maka al-Qur’an pula yang menjelaskan konsep atau cara beriman kepada Allah tersebut. Konsep inilah yang membedakan antara cara beriman seorang yang benar-benar beriman kepada-Nya dengan seorang yang mengaku-aku beriman kepada-Nya namun sesungguhnya dia bukan seorang mukmin. Karena hakekat beriman kepada Allah tidak hanya sebatas percaya keberadaan-Nya saja, lalu selesai. Tetapi mempercayai adanya Allah sesuai dengan konsep yang telah dijelaskan oleh al-Qur’an. Masalah tauhid dan tanzih adalah di antara dua prinsip terpenting dalam konsep beriman kepada Allah yang telah ditekankan oleh al-Qur’an.

Tauhid. Pengertian tauhid ialah berkeyakinan bahwa Allah maha esa, bahwa hanya Dia yang berhak disembah, dan bahwa hanya Dia yang menerima ibadah kita. Prinsip ini terkandung dalam kalimat La Ilaha Illallah, artinya tidak ada tuhan yang berhak disembah kecuali Allah. Bila seseorang beribadah kepada selain Allah maka ia telah terjatuh dalam syirik dan telah keuar dari prinsip tauhid ini. Beribadah artinya mempersembahkan puncak ketundukan dan pengagungan kepada Allah. Perbuatan-perbuatan yang memiliki makna dan mengagungkan dan mentaati Allah hingga ke puncak pengagungan dan ketundukan, -yang melampaui pengagungan dan ketaatan kepada sesama manusia-, inilah yang maksud dengan pengertian ibadah.

Baca juga: Hanya Islam Agama Yang Hak

Tanzih. Artinya mensucikan Allah dari menyerupai makhluk-Nya. Prinsip tanzih adalah berkeyakinan bahwa Allah tidak menyerupai suatu apapun dari makhluk-Nya. Allah berfirman:

لَيْسَ كَمِثْلِهِ شَيْءٌ (الشورى: 11)

“Dia Allah tidak menyerupai sesuatu apapun dari makhluk-Nya”. (QS. Asy-Syura: 11)

Dengan dasar ini maka kaum muslimin berkeyakinan bahwa Allah bukan benda, dan tidak disifati dengan sifat-sifat benda. Karena itu mereka berkeyakinan bahwa Allah ada tanpa tempat dan tanpa arah. QS. Asy-Syura: 11 di atas adalah ayat yang paling jelas dalam al-Qur’an dalam menjelaskan bahwa Allah sama sekali tidak menyerupai makhluk-Nya. Ayat ini sangat luas maknanya, ia mengandung pemahaman at-tanzih al-kulliyy, artinya kesucian yang total dari menyerupai makhluk. Kandungan ayat ini memberikan pemahaman bahwa Allah bukan sebagai benda, dan tidak boleh disifati dengan sifat-sifat benda, seperti bergerak, diam, turun, naik, berubah, pindah dari satu keadaan kepada keadaan yang lain, bersemayam, memiliki arah dan lain sebagainya. Imam Abu Hanifah berkata: “Suatu hal yang mustahil Allah menyerupai makhluk-Nya”.

Ulama Ahlussunnah berkeyakinan bahwa alam (segala sesuatu selain Allah) terbagi kepada dua bagian, yaitu benda dan sifat benda. Kemudian benda terbagi kepada dua macam:

Benda Lathif, yaitu benda yang tidak dapat diraba dengan tangan, seperti cahaya, kegelapan, udara, ruh, dan lainnya.

Benda Katsif, yaitu benda yang dapat diraba dengan tangan, seperti manusia, tanah, dan benda-benda padat lainnya.

Sedangkan sifat benda contohnya seperti bergerak, diam, berubah, bersemayam, berada pada tempat dan arah, duduk, turun, naik, dan lain sebagainya. Ayat di atas menjelaskan kepada kita bahwa Allah sama sekali tidak menyerupai makhluk-Nya. Dia bukan benda lathif juga bukan benda katsif. Dan Dia tidak boleh disifati dengan sifat-sifat benda tersebut. Ayat ini lebih dari cukup untuk dijadikan dalil bahwa Allah ada tanpa tempat dan tanpa arah. Karena seandainya Allah mempunyai arah dan tempat maka akan banyak yang serupa dengan-Nya. Dan bila demikian maka berarti Dia memiliki dimensi (panjang, lebar, dan kedalaman). Dan segala sesuatu yang memiliki dimensi maka dia itu pasti sebagai makhluk yang membutuhkan kepada yang menjadikannya dalam dimensi tersebut.

Baca buku: Memahami Makna Bid’ah Secara Komprehensif

Dua prinsip keimanan ini, tauhid dan tanzih, adalah di dua perkara yang tidak dapat dipisahkan satu sama lainnya. Dengan demikian beriman kepada Allah baru dianggap benar dan sah bila dibarengi dengan dua prinsip keimanan tersebut. Tanpa mempercayai dua prinsip keimanan terhadap Allah ini maka keimanan tersebut adalah keimanan yang cacat, dan pemeluknya tidak dikatakan seorang mukmin.

Kholil Abou Fatehhttps://nurulhikmah.ponpes.id
Dosen Pasca Sarjana PTIQ Jakarta dan Pengasuh Pondok Pesantren Nurul Hikmah Tangerang
RELATED ARTICLES

Leave a reply

Please enter your comment!
Please enter your name here

spot_img

Most Popular

Recent Comments

×

 

Assalaamu'alaikum!

Butuh informasi dan pemesanan buku? Chat aja!

× Informasi dan Pemesanan Buku