Minggu, September 24, 2023
spot_img
BerandaBiografi UlamaPemuka Ahlussunnah; Imam Abu Bakr al-Baqillani

Pemuka Ahlussunnah; Imam Abu Bakr al-Baqillani

Imam Abu Bakr al-Baqillani

Beliau adalah al-Qadli Abu Bakr Muhammad ibn al-Thayyib ibn Muhammad ibn Ja’far ibn al-Qasim al-Baqillani. Lahir pada tahun 338 H. Beliau berasal dari penduduk Bashrah kemudian pindah ke Baghdad dan menetap di sana. Di Baghdad beliau mendengar hadits dari Imam Abu Bakr ib Malik al-Qathi’I, Imam Abu Muhammad ibn Masi, Imam Abu Ahmad al-Husain ibn ‘Ali al-Naisaburi. Dalam ilmu Kalam beliau belajar kepada Imam Abu ‘Abdillah Muhammad ibn Ahmad ibn Mujahid al-Tha’i; teman Imam Abu al-Hasan al-Asy’ari. Di antara yang belajar kepada beliau; Imam Abu Dzarr al-Harawi, Imam Abu ‘Imran al-Fasi, al-Qadli Abu Muhammad ibn Nashr.

Kehidupan Ilmiah Al-Baqillani

Diriwayatkan bahwa suatu ketika Imam al-Harawi ditanya: Bagaimana engkau bermadzhab kepada Imam Malik, kemudian dalam akidah ikut kepada Imam al-Asy’ari, padahal engakau seorang berketurunan Harawi? Imam al-Harawi menjawab: Saat aku bersama al-Daraquthni datang ke kota Baghdad dengan berjalan kaki di tangah perjalanan kami bertemu dengan Abu Bakr ibn al-Thayyib, tiba-tiba al-Daraquthni menciumnya di antara kedua wajah dan matanya. Sejenak kemudian al-Daraquthni mengambil banyak pelajaran darinya. Setelah berpisah aku bertanya kepada al-Daraquthni: Siapakah orang orang yang engkau agungkan tersebut? Ia menjawab: Dia adalah Imam kaum muslimin dan pembela agama Allah; al-Qadli Abu Bakr al-Baqillani. Dari semenjak itulah aku banyak belajar kepadanya dan aku bermadzhab seperti madzhabnya.

Ibn Khallikan dalam kitab Wafayat al-A’yan menceritakan kecerdasan al-Baqillani. Bahwa suatu hari al-Baqillani berdebat dengan Abu Sa’id al-Haruni. Ditengah perdebatan tersebut, saat al-Baqillani saat menjelaskan suatu masalah ia menjelaskannya dengan panjanglebar hingga ke pokok-pokok bahasan dengan ungkapan-ungkapan yang sangat rinci. Setelah selesai ia berkata kepada para hadirin: Wahai sekalian manusia saksikanlah jika orang ini sanggup mengulang apa yang baru aku bahas maka aku tidak akan memintanya menjawab permasalahn tersebut!. Abu Sa’id al-Haruni kemudian berkata: Wahai sekalian manusia saksikanlah jika orang ini sanggup mengulang apa yang baru dikatakannya maka aku mengaku kalah. Kemudian al-Baqillani mengulang apa yang telah dibahasnya.

Tentang keluasan ilmu al-Baqillani juga diceritakan oleh al-hafizh Ibn ‘Asakir dalam kitab Tabyin Kadzib al-Muftari, berkata: “Abu al-Faraj berkata: Aku mendengar Abu Bakr al-Khawarizmi berkata: Seluruh penulis yang berada di Baghdad tidak lain hanya mengutip dan memindahkan pendapat-pendapat para ulama terdahulu kepada karya-karyanya. Kecuali al-Qadli Abu Bakr, karena dalam dadanya penuh dengan ilmu”.

Baca juga: Pemuka Ahlussunnah; al-Hafizh Abu Bakr al-Baihaqi

Al-Dzahabi dalam Siyar A’lam al-Nubala berkata: “Aku mendengar ‘Ali ibn Muhammad al-Harbi berkata: Seluruh apa yang telah ditulis al-Baqillani dalam karya-karyanya tentang perselisihan pendapat di antara para ulama beliau menuangkan itu semua dari hafalannya. Tidak ada seorangpun yang mampu menuliskan bantahan pendapat kepada orang lain kecuali dengan melihat karya-karya orang yang dibantahnya tersebut, kecuali al-Baqillani”.

Al-Khathib al-Baghdadi dalam kitab Tarikh Baghdad menuliskan sebagai berikut: “Abu Bakr al-Baqillani pada setiap malamnya setelah melaksanakan shalat isya dan menyelesaikan wiridnya ia meletakan tinta di hadapannya, lalu menulis dengan tangannya sendiri hingga tiga puluh lembar hasil karya dari hafalannya langsung. Kemudian setelah selesai shalat shubuh, beliau memberikan tulisan-tulisannya tersebut kepada para muridnya, memerintah mereka untuk membacakannya disamping beliau sendiri langsung menambahkan kekurangan-kekurangannya”.

Apresiasi Para Ulama Terhadap Al-Baqillani

Al-hafizh Ibn ‘Asakir dalam Tabyin Kadzib al-Muftari menggambarkan kedudukan ilmiah al-Baqillani di antara ulama-ulama lainnya. Beliau mengatakan bahwa al-Baqillani dalam masalah teologi adalah orang yang paling terkemuka saat itu, memiliki argumentasi yang sangat kuat serta memili ungkapan-ungkapan yang sangat baik dalam membahasakannya. Ibn ‘Asakir meriwayatkan dari syekh Abu al-Qasimibn Nashr dari al-Qadli Abu al-Ma’ali ibn ‘Abd al-Malik, bahwa Imam Abu Hatim Mahmud ibn al-Husain al-Qazwini mengetakan bahwa apa yang disembunyikan oleh al-Baqillani dalam hatinya  dari sikap tawadlu’, wara, zuhud, dan sikap memegang teguh ajaran-ajaran agama lebih berlipat-lipat dibanding dengan apa yang beliau tampakkan. Juga diriwayatkan bahwa seluruh gerak-gerik dan perilaku al-Baqillani adalah cerminan dari sunnah-sunnah Rasulullah.

Di antara yang ditulis al-Dzahabi dalam Siyar A’lam al-Nubala’ dalam menggambarkan al-Baqillani adalah bahwa beliau seorang al-Imam, al-‘Allamah, teolog terkemuka, pimpinan para ahli ushul. Dialah al-Qadli Abu Bakr Muhammad ibn al-Thayyib ibn Muhammad ibn Ja’far ibn al-Qasim al-Bashri al-Baghdadi. Penulis berbagai karya besar, yang memiliki kecerdasan yang sering kali dijadikan contoh oleh manusia. Al-Dzahabi juga mengutip perkataan al-Qadli ‘Iyadl dalam pujiannya kepada al-Baqillani. Mengatakan bahwa al-Baqillani digelari dengan Saif al-Sunnah, tokoh umat, teolog dari kalangan ahli hadits dalam madzhab Imam Abu al-Hasan al-Asy’ari, dan kepemimpinan madzhab Maliki di atas genggamannya saat itu.

Di antara riwayat yang menunjukan kecerdasan al-Baqillani adalah peristiwa yang diceritakan oleh al-hafizh Ibn ‘Asakir dalam kitab Tabyin Kadzib al-Muftari, al-Khathib al-Bahgdadi dalam kitab Tarikh Baghdad, dan lainnya. Bahwa suatu ketika al-Baqillani diutus oleh raja ‘Adlud al-Daulah untuk memenuhi undangan raja Romawi. Ketika al-Baqillani memasuki wilayah mereka, raja Romawi tersebut diberitahukan bahwa yang akan datang adalah al-Baqillani yang dikenal sebagai seorang alim yang sangat cerdas. Sementara itu raja Romawi ini sangat paham bahwa orang-orang Islam tidak sujud kepada sesama manusia. Maka ia membuat jebakan agar ia masuk dan membungkung kepadanya sebagaimana penghormatan yang biasa dilakukan oleh orang-orang Romawi sendiri. Untuk itu menyediakan kursi untuk al-Baqillani yang persis berada di belakang pintu yang sangat rendah hingga ia dimungkinkan tidak dapat masuk ke ruangan tersebut kecuali dengan keadaan membungkuk langsung ke arah raja. Ketika al-Baqillani dipersilahkan masuk menghadap raja dari arah pintu tersebut, ia tertegun berfikir sejenak. Tiba-tiba ia membalikan badan lalu membungkuk masuk ke ruangan tersebut dengan bejalan mundur. Hingga setelah sampai persis di hadapan sanga raja, al-Baqillani baru kemudian memutar balik badannya kembali. Melihat apa yang dilakukannya ini, sang raja sangat kegum, dan pada saat itu juga raja Romawi tersebut merasakan kewibawaan al-Baqillani.

Karya-Karya Al-Baqillani

Hasil karya al-Baqillani sangat banyak. Beliau seorang ulama yang sangat peroduktif dengan menghasilkan berbagai tulisan dalam berbagai disiplin ilmu. Kebanyakan hasil karya beliau adalah dalam masalah ilmu kalam dalam bantahan terhadap kelompok-kelompok sesat seperti al-Jahmiyyah, al-Karramiyyah, al-Musyabbihah dan lain sebaginya. Di antara hasil karyanya adalah;

Baca buku: Aqidah Imam Empat Madzhab

  • Kaifiyyah al-Istisyhad Fi al-Radd ‘Ala Ahl al-Juhd Wa al-Ilhad.
  • Al-Ushul al-Kabir Fi al-Fiqh.
  • Manaqib al-A’immah.
  • Al-Milal Wa al-Nihal.
  • Hidayah al-Mustarsyidin.
  • Naqdl al-Naqdl
  • Al-Farq Bain Mu’jizah al-Nabiyyin Wa Karamah al-Shalihin.
  • Al-Intishar.
  • Al-Taqrib Wa al-Irsyad.
  • Daqa’iq al-Kalam.
  • Al-Kasb.
  • Al-Tabshirah.
  • Tamhid al-Dala’il Wa Talkhish al-Awa’il.
  • I’jaz al-Qur’an.
  • Al-InShaf Fima Yajib I’tiqaduh Wala Yajuz al-Jahl Bih.

Dan lain sebagainya.

Akidah Al-Baqillani

Al-Baqillani adalah seorang yang murni berakidah Ahlussunnah dalam madzhab Imam Abu al-Hasan al-Asy’ari. Karananya dalam banyak karyanya beliau menuliskan berbagai penjelasan tentang kesucian Allah dari menyerupai makhluk-Nya. Bahwa Allah ada tanpa tempat dan tanpa arah, Dia bukan benda dan tidak disifati dengan sifat-sifat benda.Di antara yang menunjukan keyakinan kesucian Allah ini adalah tulisan beliau dalam kitab al-Inshaf, pada bab: “Allah mustahil memiliki sifat-sifat yang menunjukan kekurangan”. Beliau menuliskan sebagi berikut:

“Wajib diketahui bahwa segalas sesuatu yang menunjukan kebaharuan atau menunjukan sifat kekurangan maka Allah Maha suci dari pada itu semua. Maka Dia Allah mustahil memiliki tempat dan arah, juga mustahil memiliki sifat-sifat makhluk. Demikian pula Dia tidak boleh disifati dengan sifat berubah, berpindah, berdiri dan duduk. Karena Allah telah berfirman: (Dia Allah tidak menyerupai segala apapun) QS. al-Syara; 11”.

Dalam kitab yang sama dalam pembahasan makna “Istawa”, al-Baqillani menuliskan sebagi berikut: “Kita katakan; bahwa makna Istawa pada hak Allah tidak seperti makna Istawa pada makhluk. Dengan demikian kita tidak mengatakan bahwa arys adalah tempat bersemayam Allah. Karena Allah ada sebelum ada tempat, dan setelah menciptakan tempat Dia tetap ada tanpa tempat, Dia tidak berubah”.

Masih dalam kitab al-Inshaf dalam bahasan kesucian Allah, al-Baqillani mengulas secara menyeluruh bahwa Allah Maha Mendengar, Maha Melihat dan bahwa Allah Maha mengetahui, namun begitu Dia Allah Maha Suci dari segala anggota tubuh. Dia Allah Maha Melihat bukan dengan mata, Maha mendengar bukan dengan telinga atau alat-alat lainnya[1].

Baca juga: Ilmu Kalam; Kajian Mendalami Risalah Istihsan al-Khaudl

Pada halaman lain, juga dalam kitab al-Inshaf, al-Baqillani mengutip perkataan Imam Ja’far al-Shadiq, bahwa ia berkata: “Barang siapa berkeyakinan bahwa Allah berada di dalam sesuatu, atau berasal dari sesutau, atau di atas sesuatu, maka orang Ini telah menyekutukan Allah (menjadi kafir). Karena bila Allah berada di atas sesuatu maka berarti Dia diangkat, dan bila berada di dalam sesuatu maka berarti Dia dibatasi (benda), dan bila berasal dari sesautu maka berarti Dia baharu (memiliki permulaan)”.

Kemudian dalam kitab Tamhid al-Awa’il, al-Baqillani juga menjelaskan tentang kesucian Allah dari tempat. Beliau menuliskan bahwa jika ada seseorang bertanya tentang Allah; Di manakah Dia? Jawab; Pertanyaan dengan kata-kata “Di mana?” adalah untuk tempat, sementara Dia Allah tidak diliputi oleh tempat dan seluruh penjuru tidak meliputi-Nya (karena Allah bukan benda).

Tahun Wafat al-Baqillani

Ibn Khallikan dalam kitab Wafayat al-A’yan menuliskan bahwa al-Baqillani wafat sabtu sore hari pada hari minggu 7 Dzul Qa’dah tahun 403 H di Baghdad. Beliau dishalatkan oleh anaknya sendiri; al-Hasan. Dimakamkan di rumah beliau sendiri di jalan al-Majus. Namun setelah itu makam beliau kemudian dipindahkan ke pemakaman Bab al-Harb.

Al-hafizh Ibn ‘Asakir dalam Tabyin Kadzib al-Mufatari menulikan bahwa makam al-Baqqillani dipindahkan ke pemakaman Dar al-Harb dan dimakamkan di dekat makam Imam Ahmad ibn Hanbal. Di atas batu pusaranya tertuliskan beikut : “Ini adalah makam seorang al-Qadli dan al-Imam yang mulia, kebanggaan Umat Islam, penyeru kepada kebenaran agama, pembela bagi sunnah Rasulullah, tiang agama dan pembela Islam; Abu Bakr Muhammad ibn al-Thayyib al-Bashri, semoga Allah memuliakannya dan mempertemukannya dengan nabi Muhammad. Makam yang banyak diziarahi, tempat yang diberkahi untuk mendapatkan segala keinginan dari Allah”.

Masih dalam tulisan Ibn ‘Asakir disebutkan bahwa Imam Abu al-Fadl al-Tamimi di hari wafat al-Baqillani datang bersama banyak muridnya untuk melakukan takziah. Di saat itu beliau memerintah seseorang untuk menyeru di hadapan orang-orang Islam yang sedang melayat al-Baqillani. Dalam seruannya orang tersebut berkata: “Ini (al-Baqillani) adalah seorang pembela sunnah-sunnah Rasulullah dan pembela ajaran-ajaran agama. Ini adalah orang mulia yang telah menulis 70.000 lebar karya tulis dalam bantahannya kepada para ahli bid’ah…”. Diriwayatkan bahwa Imam Abu al-Fadl al-Tamimi bersama para muridnya duduk takziah dan berbela sungkawa tidak keluar dari tempat wafatnya al-Baqillani selama tiga hari. Juga diriwayatkan bahwa setiap hari jum’at sesudahnya beliau selalu mendatangi makam al-Baqillani dan berdoa di sana. Semoga Allah merahmati al-Baqillani dan para wali Allah lainnya, serta kita mendapatkan berkah karena mereka. Amin.

_________________

[1] Al-Baqillani, al-Inshaf, h. 37

Kholil Abou Fatehhttps://nurulhikmah.ponpes.id
Dosen Pasca Sarjana PTIQ Jakarta dan Pengasuh Pondok Pesantren Nurul Hikmah Tangerang
RELATED ARTICLES

Leave a reply

Please enter your comment!
Please enter your name here

spot_img

Most Popular

Recent Comments

×

 

Assalaamu'alaikum!

Butuh informasi dan pemesanan buku? Chat aja!

× Informasi dan Pemesanan Buku