Minggu, September 24, 2023
spot_img
BerandaBiografi Ulama“Saat aku meletakkannya tadi tidak terkena matahari, dan aku malu kepada Allah...

“Saat aku meletakkannya tadi tidak terkena matahari, dan aku malu kepada Allah untuk memindahkannya”

Dawud ath-Tha’i [1]

Beliau bernama Dawud bin Nushair ath-Tha-i, nisbat kepada kabilah Thayi’, salah kabilah Arab yang cukup terkenal. Memiliki kunyah Abu Sulaiman. Diriwayatkan bahwa beliau mewarisi hanya 20 dinar dari orang tuanya yang ia pergunakan sebagai biaya hidup selama 20 tahun.

Abu Ali ad-Daqqaq meriwayatkan bahwa sebab yang menjadikan Dawud ath-Tha’i sebagai orang yang zuhud adalah bahwa suatu hari tengah ia berjalan di salah satu jalanan kota Baghdad ia bertemu dengan serombongan manusia. Rombongan tersebut ternyata orang-orang Hamid ath-Thusi yang sedang mengaraknya. Karena hendak melewati jalan yang dilewati Dawud ath-Tha’i, beliau kemudian oleh beberapa orang disingkirkan ke pinggir jalan. Dan ketika Hamid ath-Thusi lewat, Dawud ath-Tha’i melihatnya sambil berkata kepada dirinya sendiri: “Terlaknatlah dunia, Hamid telah mendahului dirimu dalam mendapatkannya”. Artinya adakah engkau bersusah payah dan menyulitkan dirimu sendiri hanya untuk mendapatkan kesenangan dunia?! Setelah itu kemudian beliau selalu menyendiri di rumahnya dalam beribadah kepada Allah.

Dalam riwayat lain disebutkan bahwa sebab yang menjadikan Dawud ath-Tha’i sebagai orang yang zuhud adalah suatu ketika Imam Abu Hanifah berkata kepadanya: “Wahai Abu Sulaiman, berbagai peralatan kita sudah memilikinya”. Dawud ath-Tha’i berkata: “Lantas apakah yang tersisa?”. Abu Hanifah menjawab: “Bekerja mempergunakan alat tersebut”. Dawud ath-Tha’i mengatakan bahwa pernyataan Imam Abu Hanifah tersebut menjadikan gejolak besar dalam jiwanya, hingga kemudian ia memilih ‘uzlah. Dalam ‘uzlah ini Dawud ath-Tha’i berjanji untuk tidak berbicara kepada siapapun dalam masalah apapun. Tentang ini Dawud ath-Tha’i berkata: “Dalam keadaan demikian selama satu tahun aku bergaul sesama manusia dan tidak ada perkataan walau hanya satu kalimat yang aku ucapkan. Padahal saat itu berbagai masalah datang kepadaku dan aku sangat membutuhkan berkata-kata lebih dari pada kebutuhan seorang yang sedang kehausan kepada air dingin”.
Di hari kematian Dawud ath-Tha’i diriwayatkan ada seorang saleh bermimpi melihatnya dalam kesenangan sedang beristirahat. Orang saleh ini berkata kepadanya: “Mengapa engkau bersenang-senang dan beristirahat?” Dawud ath-Tha’i menjawab: “Sekarang aku sudah terbebas dari penjara”. Orang saleh ini lalu bangun dari tidurnya dan tiba-tiba banyak orang di luar rumahnya berteriak-teriak menyampaikan khabar: “Dawud ath-Tha’i telah meninggal…”.

Di antara sikap zuhud Dawud ath-Tha’i, diriwayatkan bahwa suatu ketika ada beberapa orang datang bertamu ke rumahnya. Tiba-tiba mereka melihat sebuah tempat minum yang telah terisi air terkena sinar mata hari yang panas. Orang-orang tersebut kemudian berkata kepada Dawud ath-Tha’i: “Tidakkah engkau memindahkannya supaya tidak terkena sinar matahari?!”. Dawud ath-Tha’i menjawab: “Saat aku meletakkannya tadi tidak terkena matahari, dan aku malu kepada Allah setelah sekarang terkena sinar matahari untuk memindahkannya hanya karena agar diriku dapat meminum airnya dengan segar”.

Dawud ath-Tha’i hidup membujang supaya dapat konsentrasi dalam ibadah kepada Allah. Suatu ketika dalam umurnya yang telah mencapai 64 tahun beliau ditanya: “Bagaimana engkau sabar dan dapat menahan diri dari perempuan?”, ia menjawab: “Selama satu tahun aku telah memerangi nafsuku terhadap mereka, dan setelah itu dalam hatiku tidak lagi terdapat keinginan kepada mereka”.

Diriwayatkan di saat beliau sakit menjelang kematiannya, beberapa kaum sufi datang menjenguk beliau di rumahnya. Ternyata di dalam rumah Dawud ath-Tha’i mereka tidak mendapatkan suatu apapun kecuali sebuah wadah kecil yang berisi roti yang sudah mengeras, tempat bersuci, dan tanah yang kering yang ia jadikan sebagai bantalnya. Beliau berkata: “Tidak layak bagi seorang yang sedang dalam perjalan jauh (ke akhirat) sementara di rumahnya memiliki berbagai perabotan yang lebih banyak dari perbekalan yang harus ia bawa”.

Dawud ath-Tha’i meninggal tahun 165 Hijriah atau tahun 781 Masehi.

Amaddanâ Allah Min Amdâdih.

____________________
[1] Biografi Dawud ath-Tha’i lengkap lihat al-Qusyairi, ar-Risâlah, h. 422-423,

Kholil Abou Fatehhttps://nurulhikmah.ponpes.id
Dosen Pasca Sarjana PTIQ Jakarta dan Pengasuh Pondok Pesantren Nurul Hikmah Tangerang
RELATED ARTICLES

Leave a reply

Please enter your comment!
Please enter your name here

spot_img

Most Popular

Recent Comments

×

 

Assalaamu'alaikum!

Butuh informasi dan pemesanan buku? Chat aja!

× Informasi dan Pemesanan Buku