Peristiwa wafatnya kekasih kita; Rasulullah. Bagaimana beliau menghadapi kematian, yang wafatnya tidak sama dengan wafat manusia siapapun, karena dengan wafatnya maka putuslah sesudahnya semua risalah keNabian selamanya. Dengan demikian maka wafatnya Rasulullah adalah tanda semakin dekatnya hari berakhirnya kehidupan dunia ini, di mana kita akan menghadapi kehidupan selanjutnya, yaitu kehidupan akhirat. Wafatnya Rasulullah juga menjadi pengingat bagi kita bahwa kita semua akan menjalani peristiwa yang sama, siapapun tanpa kecuali. Dalam al-Qur’an Allah berfirman:
إِنَّكَ مَيِّتٌ وَإِنَّهُم مَّيِّتُونَ (الزمر: 30)
Maknanya: “Sesungguhnya Engkau (Wahai Muhammad) akan mati, dan sesungguhnya mereka semua juga akan mati” (QS. az-Zumar: 30).
Dalam ayat lain Allah berfirman:
وَمَاجَعَلْنَا لِبَشَرٍ مِّن قَبْلِكَ الْخُلْدَ أَفَإِن مِّتَّ فَهُمُ الْخَالِدُونَ، كُلُّ نَفْسٍ ذَآئِقَةُ الْمَوْتِ (الأنبياء: 34-35)
Maknanya: “Dan tidaklah Kami (Allah) menjadikan bagi seorang manusia dari sebelummu terhadap kekekalan, adakah jika engkau mati lalu mereka kekal? Setiap jiwa akan merasakan kematian” (QS. al-Anbiya’: 34-35).
Al-Imam al-Bukhari dalam kitab Shahihmeriwayatkan dari sahabat Anas ibn Malik bahwa kaum muslimin saat mereka tengah shalat subuh di hari senin, di mana Abu Bakr Siddiq menjadi al-Imammereka, Rasulullah membuka tirai keluar dari kamar as-Sayyidah ‘Aisyah tanpa sedikitpun mengagetkan mereka. Rasulullah melihat para sahabatnya berbaris rapih tengah melaksanakan shalat, beliau tersenyum. Abu Bakr mundur sedikit untuk meluruskan shaf bersama sahabat lain karena mengira Rasulullah akan melaksanakan shalat. Hampir-hampir umat Islam saat itu menjadi gaduh karena sangat gembira ketika mereka kembali dapat melihat Rasulullah. Namun Rasulullah berisyarat dengan tangan untuk terus melanjutkan shalat mereka. Lalu Rasulullah kembali masuk ke kamarnya dan menutupkan tirai[1]. Dalam riwayat lain dari al-Imamal-Bukhari menambahkan: “Itulah hari wafatnya Rasulullah”[2].
Al-Imam Ibn Majah dalam kitab Sunan meriwayatkan dari as-Sayyidah Aisyah, bahwa ia berkata: “Rasulullah membuka pintu antara diri beliau dengan manusia, atau membuka tirai. Rasulullah mendapat orang-orang tengah shalat di belakang Abu Bakr, maka ia memuji Allah terhadap apa yang ia lihatnya dan terhadap keadaan yang baik dari mereka. Rasulullah memohon kepada Allah supaya ada orang yang menggantikan dirinya seperti apa yang beliau lihat dari keadaan manusia saat itu. Lalu Rasulullah bersabda:
Maknannya: “Wahai sekalian manusia, sia’papun dari kalian, atau dari orang-orang mukmin yang tertimpa musibah maka hendaklah ia ingat akan musibah yang telah menimpa diriku, janganlah ia melihat musibah menimpa orang selain diriku (artinya jangan merasa musibahnya adalah musibah terbesar). Maka sesxe5isungguhnya tidak akan ada seorangpun dari umatku yang tertimpa musibah yang lebih berat dari musibah yang telah menimpaku”.
لاَ إلهَ إلا الله إنَّ لِلْمَوْتِ سَكَرَات
Al-Imam Muslim dalam kitab Shahih meriwayatkan dari as-Sayyidah Aisyah bahwa ia berkata: “Aku pernah mendengar bahwa seorang Nabi tidak akan meninggal hingga ia diperintah untuk memilih antara dunia atau akhirat. Dan aku telah mendengar Rasulullah dalam sakit menjelang wafatnya berkata:
Maka aku (Aisyah) ketika itu juga memiliki keyakinan bahwa kematian Rasulullah adalah kematian yang terbaik.
Diriwayatkan datang ucapan bela sungkawa dari satu suara yang didengar oleh banyak manusia tapi mereka tidak melihat sosok yang berkata-kata tersebut, mengatakan:
“as-Salamu Alaikum wa Rahmatullah wa Barakatuh wahai para Ahlil Bait. (Setiap jiwa akan merasakan kematian. Dan sesungguhnya akan ditunaikan bagi kalian terhadapa pahala-pahala kalian di hari kiamat”. QS. Ali ‘Imran:185). Sesungguhnya setiap musibah itu ada bela sungkawa yang dilakukan karena Allah, pasti ada penerus dari setiap yang binasa, dan pasti ada yang melanjutkan dari sesuatu yang tertinggal. Maka hendaklah kalian hanya berpegang teguh kepada Allah, dan kepada-Nya hendaklah kalian berharap, sesungguhnya seorang yang benar-benar kena musibah adalah orang yang dijauhkan dari meraih pahala. Wa as-Salamu ‘Alaikum Wa Rahmatullah Wa Barakatuh”. (HR. ath-Thabarani, al-Baihaqi dan lainnya)
Kemudian ketika sampai wafatnya Rasulullah kepada Abu Bakr Siddiq maka bergegas beliau berangkat menuju kediaman Rasulullah. Abu Bakr masuk masjid Nabi, berjalan tanpa berkata suatu apapun kepada manusia, sampai beliau masuk ke kamar as-Sayyidah Aisyah, langsung menuju Rasulullah. Abu Bakr mencium kening Rasulullah sambil menangis, sambil berkata: “Wahai Nabi Allah, wahai kekasih, wahai orang suci”. Lalu berkata: “Demi ayah dan ibuku, engkau adalah orang baik dalam keadaan hidupmu dan dalam keadaan wafatmu. Inna Lillah Wa Inna Ilaih Raji’un (Sesungguhnya kita adalah milik Allah, dan sesungguhnya kita akan kembali kepada-Nya -artinya akan meninggal dan dihisab oleh-Nya-)”, Rasulullah telah wafat.
إِنَّكَ مَيِّتٌ وَإِنَّهُم مَّيِّتُونَ {الزمر: 30}، وقال: وَمَا مُحَمَّدٌ إِلاَّ رَسُولٌ قَدْ خَلَتْ مِن قَبْلِهِ الرُّسُلُ أَفَإِن مَّاتَ أَوْ قُتِلَ انقَلَبْتُمْ عَلَى أَعْقَابِكُمْ وَمَن يَنقَلِبُ عَلَى عَقِبَيْهِ فَلَن يَضُرَّ اللهَ شَيْئًا وَسَيَجْزِي اللهُ الشَّاكِرِينَ {ءال عمران: 144}
Maka semua manusia ketika itu menangis. Suara isakan tangis mereka terdengar keluar dari leher-leher mereka. Ada di antara mereka yang tertegun lalu seakan hilang kesadarannya. Ada yang semula berdiri lalu terjatuh dalam posisi duduk dan tidak kuasa untuk berdiri kembali. Ada tidak dapat berkata-kata, lidah menjadi kelu tidak mempu berbicara.
Abdullah ibn Abbas berkata: “Demi Allah, seakan manusia saat itu tidak ada yang tahu bahwa Allah telah menurunkan ayat tersebut hingga ayat itu dibacakan oleh Abu Bakr Siddiq, sehingga semua manusia saat itu telah talaqqi ayat tersebut kepada Abu Bakr –dengan mendengar bacaannya–, karena itu tidak ada siapapun manusia saat itu yang paling banyak mendengar terhadap ayat-ayat al-Qur’an selain ayat tersebut”.
اصْبِرْ لِكُلّ مُصيْبةٍ وَتَجَلَّدِ * واعْلَمْ بأنّ المرْءَ غيْرُ مُخَلَّدِ
“Sabarlah terhadap setiap musibah yang menimpamu dan teguhlah, ketahui (yakini) olehmu bahwa tidak ada siapapun yang akan kekal selamanya”.
“Dan bila datang musibah menimpamu yang engkau terluka karenanya maka ingatlah musibahmu itu tidak seberat musibah yang telah menimpa Rasulullah”.
_______________
[3] Dalam riwayat al-Imam Muslim, Rasulullah berkata: “اللهم مع الرفيق الأعلى”. Dalam redaksi lain, juga dalam riwayat Al-Imam Muslim, Rasulullah berkata: “اللهم في الرفيق الأعلى”. Sementara dalam riwayat Al-Imam Ahmad Rasulullah berkata: مع الرفيق الأعلى مَعَ الَّذِينَ أَنْعَمَ اللهُ عَلَيْهِم مِّنَ النَّبِيِّينَ وَالصِّدِّيقِينَ وَالشُّهَدَآءِ وَالصَّالِحِينَ وَحَسُنَ أُوْلاَئِكَ رَفِيقًا. Al-Imam an-Nawawi dalam Syarh Shahih Muslimdalam menjelaskan makna ar-Rafiq al-A’la pada bab tentang keutamaan as-SayyidahA’isyah menuliskan: “Pendapat yang sahih yang dipegang oleh jumhur(mayoritas ulama) bahwa yang dimaksud dengan ar-Rafiq al-A’la adalah para Nabi yang bertempat di antara yang tertinggi dari pada ‘Illiyyin(para penghuni surga yang berderajat sangat tinggi.